Secara
sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua
rangsanagan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini
mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari
peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal
tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.
Edward
T. Hall menamai bahas nonverbal sebagai “bahasa diam” (silent language) dan
dimensi tersembunyi (hidden dimension) suatu budaya. Disebut dian dan
tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat
kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal
membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.
Ada
dugaan bahwa bahasa nonverbal sebangun dengan bahasa verbalnya. Artinya, pada
dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas juga dilengkapi dengan
bahasa nonverbal khas yang sejajar dengan bhasa verbal tersebut. Sebgai contoh
sederhana, seorang Sunda akan membungkukkan badan terkadang disertai anggukan
kepala ketika lewat di hadapan orang lain (terutama yang lebih tua atau berstatus
lebih tinggi), seraya mengucapkan “punten”.
FUNGSI
KOMUNIKASI NONVERBAL
Setidaknya
ada tiga perbedaan pokok antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal:
- Perilaku verbal adalah saluran tunggal, sedangkan perilaku nonverbal bersifat multisaluran. Kata-kata datang dari satu sumber, misalnya yang diucapkan orang, yang kita baca dalam media cetak, tetapi isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui, atau dicicipi, dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan.
- Pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinambung. Artinya, orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapan pun ia menghendakinya, sedangkan pesan nonverbalnya tetap “mengalir”, sepanjang ada orang yang hadir di dekatnya.
- Komunikasi nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umunya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan. Sedangkan pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa saying atau rasa sedih.
Paul
Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan
dengan perilaku mata, yakni sebagai:
- Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya tidak sungguh-sungguh”.
- Ilustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan.
- Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
- Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika berada dalam tekanan. Merupakan respons tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
- Affect Display. Pembesaran manik-mata (pupil dilation) menunjukan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainya menunjukan perasaan takut, terkejut atau senang.
Lebih
jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku vebal, perilaku nonverbal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut:
- Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misal anda menganggukan kepala ketika anda mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “Tidak”. Atau menunjukkan arah (dengan telunjuk) kemana seseorang harus pergi untuk menemukan WC.
- Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya anda melambaikan tangan anda seraya mengucapkan ”Selamat jalan”, atau “bye-bye”. Isyarat nonverbal demikian disebut affect display.
- Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri, misalnya anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai pengganti kata Tidak) ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda. Isyarat nonverbal yang menggantikan kata atau frase inilah yang disebut ebelem
- Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai mahasiswa membereskan buku-buku atau melihat jam tangan anda menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup kuliahnya.
- Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya seorang dosen melihat jam tangannya dua-tiga kali, padahal ia tadi mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan anda sebagai mahasiswanya.
KLASIFIKASI
PESAN NONVERBAL
Jurgen
Ruesch mengklarifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian:
- Bahasa tanda : acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu.
- Bahasa tindakan: Semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secar eklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.
- Bahasa objek: Pertunjukan benda, pakaian dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, lukisan, musik dan lain sebagainya secara sengaja atau tidak.
Larry
A. Samovar dan Ricard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua
kategori verbal:
- Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan , bau-bauan, dan parabahasa.
- Ruang, waktu, dan diam.
BAHASA
TUBUH
Isyarat
Tangan
Kita
sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Isyarat tangan atau “berbicara
dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem yang dipelajari, yang punya
makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan
sama, maknanya boleh jadi berbeda, namun maksudnya sama. Untuk menunjuk diri
sendiri (“Saya!” atau “Saya?”), seperti juga orang Kenya dan orang Korea
Selatan, orang Indonesia menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau
telunjuknya, sedangkan orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.
Penggunaan
isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya. Meskipun di
beberapa negara, telunjuk digunakan untuk menunjukkan sesuatu, hal itu tidak
sopan di Indonesia seperti juga di banyak negeri di Timur Tengah dan Timur
Jauh. Tentu saja selalu ada pengecualian. Orang Batak seperti orang Amerika
biasa menunjuk dengan telunjuk tanpa bermaksud kasar pada orang yang
dihadapinya. Begitu juga orang Betawi yang tidak jarang menunjuk dengan
memonyongkan mulut sambil berucap : “Kesono-no!”. Beberapa suku Afrika menunjuk
dengan mencibirkan bibir bawah menganggap cara menunjuk Amerika sebagai kasar.
Gerakan
Kepala
Di
beberapa Negara, anggukan kepala malah berarti “tidak” seperti di Bulgaria,
sementara isyarat untuk “ya” di Negara itu adalah menggelengkan kepala. Orang
Inggris seperti orang Indonesia, menganggukan kepala yang berarti mereka
mendengar, dan tidak berarti menyetujui. Di beberapa wilayah di India dan
Ceylon, “ya” dapat dikomunikasikan dengan melemparkan kepala ke belakang dan
memutar leher sedikit, dengan menyentakan kepala ke bawah-kanan, atau memutar
kepala secara cepat dalam suatu gerakan melingkar.
Postur
Tubuh dan Posisi Kaki
Postur
tubuh sering bersifat simbolik. Beberapa postur tubuh tertentu diasosiasikan
dengan status sosial dan agama tertentu. Selama berabad-abad rakyat tidak boleh
duduk lebih tinggi daripada (kaki) raja atau kaisarnya. Cara berdiri atau duduk
sering dimaknai berbeda di tiap negara. Tamu harus menundukkan kepala ketika
bertemu dengan Dalai Lama di Tibet, jangan menatap matanya, jangan
menyentuhnya, dan baru bicara setelah Dalai Lama berbicara. Dalam banyak
budaya, orang yang berdiri dipandang berwibawa daripada orang yang duduk,
sebagaimana orang tinggi dipersepsikan lebih dominan daripada orang yang
pendek.
Cara
berjalan tampaknya dapat dikategorikan menjadi cara berjalan yang maskulin atau
feminim. Misalnya di Indonesia, sering membawa buku kuliahnya dengan tangan di
depan dada. Kita akan menganggap perilaku mahasiswi yang demikian sebagai
feminim.
Ekspresi
Wajah dan Tatapan Mata
Banyak
orang yang menganggap perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara” adalah
ekspresi wajah, khususnya pandangan mata. Meskipun mulut tidak berkata-kata.
Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55% sementara
vocal 30%, dan verbal hanya 7%. Menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit
saja dapat menciptakan perbedaan yang besar. Ia menemukan misalnya terdapat 23
cara berbeda dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang
berbeda.
Kontak
mata mempunyai dua fungsi dalam komunikasi antar pribadi. Pertama, fungsi
pengatur, untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan
dengan orang itu atau menghindarinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu
orang lain bagaimana perasaan anda terhadapnya.
Di
banyak Negara seperti Amerika Latin dan kepulauan Karibia, tidaklah sopan
menatap orang asing. Di Indonesia dan Spanyol, wanita terhormat tidak akan
membalas tatapan kaum pria, apalagi di negeri muslim seperti Arab Saudi, Iran,
dan Pakistan. Orang Amerika Serikat terbiasa memandang orang lain untuk
menunjukkan niat baik. Mereka menganggap orang yang tidak menatap lawan bicara
dianggap mencurigakan, tidak jujur, mau menipu, merasa bersalah, gugup, atau
rendah diri. Orang Inggris terdidik menganggap menatap lawan bicara sebagai
perilaku mendengarkan yang baik dan mereka mengedipkan mata untuk menunjukkan
bahwa mereka mengerti, sedangkan orang Amerika menganggukan kepala atau
mengeluarkan sejenis gumaman, namun tatapan mereka terhadap lawan bicara tidak
semantaap orang Inggris.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa makan ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah
universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Dalam suatu budaya pun
terdapat kelompok-kelompok yang menggunakan ekspresi wajah secara berbeda
dengan budaya dominan. Pearson, West dan Turner melaporkan bahwa dibandingkan
dengan pria, wanita menggunakan lebih banyak ekspresi wajah dan lebih
ekspresif, lebih cenderung membalas senyum dan lebih tertarik pada orang lain
yang tersenyum.
SENTUHAN
Studi
tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics). Sentuhan adalah perilaku
nonverbal yang multimakna, dapat menggantikan seribu kata. Kenyataannya
sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan,
belaian, pelukan, pegangan (jabatan tangan), rabaan hingga sentuhan lembut
sekilas. Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan
sentuhan. Konon, menurut orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena
strum ketika disentuh oleh lawan jenisnya yang disenanginya. “And when I touch
you I feel happy inside” kata John Lennon dan Paul McCartney. Itu sebabnya
Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh di antara lelaki dan
perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada perbuatan
negatif.
Menurut
Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang
sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut
adalah sebagai berikut.
- Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.
- Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabatan tangan.
- Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling merangkul setelah mereka lama berpisah.
- Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orangtua dengan lembut; orang yang sepenuhnya memeluk orang lain; dua orang yang “bermain kaki” di bawah meja; orang Eskimo yang saling menggosokkan hidung.
- Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.
Makna
sentuhan itu sangat kompleks. Judee Burgoon menyimpulkan bahwa sentuhan adalah
perilaku nonverbal yang paling provokatif, tetapi paling sedikit dipahami.
PRABAHASA
Parabahasa,
atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang
dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah),
intensitas (volume) suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara,
dialek, suara serak, suara sengau, suara terputus-putus, suara yang gemetar,
suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan
sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran
kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang
terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan. Riset
menunjukkan bahwa pendengar mempersepsi kepribadian komunikator lewat suara.
Tidak berarti bahwa persepsi mereka akurat; alih-alih mereka memperoleh
persepsi tersebut berdasarkan stereotip yang telah mereka kembangkan. Wanita
dengan suara basah (misalnya sebagai penyiar radio) dipersepsi lebih feminim
dan lebih cantik daripada wanita tanpa suara basah. Sedangkan pria dengan nada
suara tinggi atau melengking dianggap kewanita-wanitaan. Padahal boleh jadi
wanita bersuara basah berlebihan berat badan dan pria bersuara melengking
adalah petinju kelas berat. Salah satu kelebihan lagu-lagu kelompok Peterpan
yang populer pada dekade pertama abad ke-21 di Indonesia adalah karena suara
penyanyinya, Ariel, dianggap seksi, terutama oleh kaum wanita penggemarnya.
PENAMPILAN
FISIK
Perhatian
pada penampilan fisik tampaknya universal. Sekitar 40.000 tahun yang lalu
orang-orang purba menggunakan tulang untuk dijadikan kalung dan hiasan tubuh
lainnya. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak saat itu orang-orang
sangat peduli dengan tubuh mereka. Mereka mengecatnya, mengikatkan sesuatu
padanya, dan merajahnya untuk terlihat cantik.
Setiap
orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya
(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti
kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan
sebagainya. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik
orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan
sebagainya. Di Amerika orang menghargai wanita yang tinggi dan ramping. Di
Jepang wanita yang kecil justru paling menarik. Tetapi di Cina secara
tradisional kecantikan wanita justru diasosiasikan dengan gaya rambut sederhana
(dengan satu atau dua kepang) yang tidak berusaha menarik perhatian dengan
selendang berwarna-warni, perhiasan atau make-up.
Busana
Nilai-nilai
agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan,
dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan.
Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim
itu dengan perubahan cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di
bawah 0 derajat Celcius misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-shirt
dan celana pendek di luar rumah.
Banyak
subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan
mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai
tanda keagamaan dan keyakinan mereka. Dibanyak negara seperti Jepang dan
Meksiko, juga di Indonesia, pakaian seragam amat populer. Polisi, tentara dan
anak sekolah senang berpakaian seragam untuk menunjukkan afiliasi kelompok.
Karakteristik
Fisik
Suatu
studi menunjukkan bahwa daya tarik fisik merupakan ciri penting dalam banyak
teori kepribadian, meskipun bersifat implicit. Orang yang menarik secara fisik
secara ajeg dnilai lebih pandai bergaul, luwes, tenang, menarik, hangat secara
seksual, responsive, persuasive, dan berhasil dalam karier daripada orang yang
tidak menarik. Karena itu, tidak sedikit wanita yang menjalani operasi plastic,
atau disuntik dengan cairan kimia, untuk mengubah wajah mereka, agar terlihat
lebih menarik.
BAU-BAUAN
Bau-bauan,
misalnya wewangian seperti deodorant, eau de toilette, eau de cologne, dan
parfum telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip
dengan cara yang juga dilakukan hewan. Menurut para ahli, setiap orang memiliki
bau tubuh yang khas, berkat zat khas yang keluar dari tubuhnya, mekipun ia
tidak memakai minyak wangi apapun. Tetapi ini bukan bau badan karena keringat
atau belum mandi, melainkan bau badan yang benar-benar alami, yang ditebarkan
senyawa kimia (disebut feromon) yang dihasilkan kelenjar tertentu dalam tubuh.
Sifat seseorang dan selera makannya atau kepercayaannya dapat diduga dari bau
badannya atau bau dari ruamahnya.
ORIENTASI
RUANG DAN JARAK PRIBADI
Setiap
budaya punya cara khas dalam mengkonseptualiasikan ruang, baik di dalam rumah,
di luar rumah ataupun dalam berhubungan dengan orang lain. Edward T.Hall adalah
antropolog yang menciptakan istilah proxemics (proksemika) sebagai studi yang
menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara manusia
menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi (Mulyana, 2003:356).
Beberapa pakar lainnya memperluas konsep prosemika ini dengan memperhitungkan
seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi,
termasuk iklim (temperatur), pencahayaan dan kepadatan penduduk.
Ruang
Pribadi vs Ruang Publik
Mengenai
ruang pribadi berdasarkan perspektif Lyman dan Scott terdapat empat kategori
wilayah yaitu: wilayah tubuh; wilayah publik yakni tempat yang secara bebas
dimasuki dan ditinggalkan orang, dengan sedikit kekecualian (hanya boleh
dimasuki oleh kalangan tertentu atau syarat tertentu); wilayah rumah yakni
wilayah pulik yang bebas dimasuki dan digunakan orang yang mengakui memilikinya,
misal bar homoseksual dan klub privat; dan wilayah interaksional yakni tempat
pertemuan yang memungkinkan semua orang berkomunikasi secara informal, seperti
tempat pesta atau tempat cukur.
Ahli
komunikasi lain membagi wilayah ruang menjadi:
•
Zona intim : 0-18 inci
•
Zona pribadi : 18 inci-4 kaki)
•
Zona social : 4-10 kaki
•
Zona public : 10 kaki- tak terbatas
Posisi
Duduk dan Pengaturan Ruangan
Saat
pertama kalimemasuki ruang kuliah dan memilih kursi, anda harus memutuskan di
mana akan duduk,di depan, di tengah, atau di belakang. Posisi duduk bisa anda
putuskan, bila berpeluang untuk itu, boleh jadi ditafsirkan orang termasuk
dosen anda. Bila memilih duduk di depan, mingkin akan dianggap orang pandai,
ingin memperoleh nilai yang baik, hangat, terbuka, atau mencari perhatian.
Posisi di tengah diidentikkan dengan kerendahan hati, tidak ingin menonjol.
Sedangkan posisi di belakang bisa diasosiasikan dengan ketidakpedulian atau
kebodohan.
Secara
umum dapat dikatakan, semakin formal penataan ruangan, semakin formal pulalah
komunikasi yang dikehendaki. Hubungan pembicara dengan pendengar dalam suatu
kuliah, seminar, lokakarya atau pelatihan, juga bergantung pada furniture.
Terdapat tiga pola dasar dalam pengajaran di kelas, yakni pola tradisional, pola
sepatu kuda, dan pola modular.
KONSEP
WAKTU
Bidang
yg mempelajari interpretasi waktu sebagai pesan: kronemika (chronemics).
Edward
T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua:
•
Waktu monokronik : sangat mengharga waktu, semua serba dperhitungkan
•
Waktu polikronik : lurus, lebih santai
DIAM
John
Cage mengatakan tidak ada sesuatu yang disebut ruang kosong atau waktu kosong.
Selalu ada sesuatu untuk dilihat, sesuatu untuk didengar. Bagaimanapun kita
berusaha untuk diam, kita tidak dapat melakukannya. Makna yang diberikan
terhadap diam terikat oleh budaya dan faktor-faktor situasional. Faktor-faktor
yang mempengaruhi diam antara lain adalah durasi diam, hubungan antara
orang-orang yang bersangkutan dan situasi atau kelayakan waktu.
Dalam
beberapa budaya, diam itu kurang disukai daripada berbicara. Tetapi dalam
budaya lain diam itu justru menyenangkan. Bangsa pendiam lainnya yang mirip
dengan bangsa Jepang adalah bangsa Finlandia, sehingga perilaku mereka disebut
perilaku musim dingin, mereka tergesa-gesa tanpa mengatakan apa-apa dijalanan
dengan suhu -20 derajat Celcius.
WARNA
Kita
sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa,
afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama kita.
Berikut
adalah uraian suasana hati yang diasosiasikan dengan warna.
Suasana
Hati
Warna
Menggairahkn
merah
Aman,
nyaman
Biru
Tertekan,
terganggu,
bingung
Oranye
Lembut,
menenangkan
Biru
Melindungi,
mempertahankan
Merah, coklat, ungu, hitam
Sgt
sedih, patah hati tdk bahagia
Hitam, coklat
Kalem,
damai,
tentram
Biru, hijau
Berwibawa,
agung
Ungu
Menyenangkan,
riang, gembira
Kuning
Menantang,
melawan, memusuhi Merah, oranye,
hitam
Berkuasa,
takut, bagus
sekali
hitam
ARTEFAK
Artefak
adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Bidang studi mengenai
hal ini bisebut objektika (objectics). Di Jepang salah satu benda yang
tampaknya sepele namun dapat menggagalkan bisnis adalah kartu nama. Orang
Jepang mempunyai kebiasaan bertukar kartu nama saat mereka berkenalan, terutama
dalam dunia bisnis. Bila kita langsung meletakkan kartu nama yang diberikan
orang Jepang di dompet atau meletakkannya di meja tanpa melihatnya dengan
teliti, kita dianggap rekan bisnis yang tidak prospektif. Tanpa memperhatikan
bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi, termasuk komunikasi nonverbal
termasuk pemaknaan terhadap komunikasi nonverbal tersebut. Kita bisa gagal
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kita akan cenderung menganggap budaya
dan bahasa nonverbal kita sebagai standar dalam menilai budaya dan bahasa
nonverbal orang lain.
Referensi:
Mulyana,
Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA
terima kasih memudahkan saya mengerjakan tugas kuliah. thanks you so much for you're blog.
BalasHapusMay godbless you,. di beri kesehatan, umur panjang, rejeki.. amin amin amin :) :D
Amin.
Hapusmakasih...
thank you for share those information. Those are useful ..
BalasHapus