Welcome to Yulinda Mawarni's Blog

Senin, 28 Mei 2012

KOMUNIKASI NONVERBAL





Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsanagan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.


Edward T. Hall menamai bahas nonverbal sebagai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension) suatu budaya. Disebut dian dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.

Ada dugaan bahwa bahasa nonverbal sebangun dengan bahasa verbalnya. Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas juga dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas yang sejajar dengan bhasa verbal tersebut. Sebgai contoh sederhana, seorang Sunda akan membungkukkan badan terkadang disertai anggukan kepala ketika lewat di hadapan orang lain (terutama yang lebih tua atau berstatus lebih tinggi), seraya mengucapkan “punten”.

FUNGSI KOMUNIKASI NONVERBAL

Setidaknya ada tiga perbedaan pokok antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal:
  1. Perilaku verbal adalah saluran tunggal, sedangkan perilaku nonverbal bersifat multisaluran. Kata-kata datang dari satu sumber, misalnya yang diucapkan orang, yang kita baca dalam media cetak, tetapi isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui, atau dicicipi, dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan.
  2. Pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinambung. Artinya, orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapan pun ia menghendakinya, sedangkan pesan nonverbalnya tetap “mengalir”, sepanjang ada orang yang hadir di dekatnya.
  3. Komunikasi nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umunya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan. Sedangkan pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa saying atau rasa sedih.
Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai:
  1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya tidak sungguh-sungguh”.
  2. Ilustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan.
  3. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
  4. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika berada dalam tekanan. Merupakan respons tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
  5. Affect Display. Pembesaran manik-mata (pupil dilation) menunjukan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainya menunjukan perasaan takut, terkejut atau senang.
Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku vebal, perilaku nonverbal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
  1. Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misal anda menganggukan kepala ketika anda mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “Tidak”. Atau menunjukkan arah (dengan telunjuk) kemana seseorang harus pergi untuk menemukan WC.
  2. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya anda melambaikan tangan anda seraya mengucapkan ”Selamat jalan”, atau “bye-bye”. Isyarat nonverbal demikian disebut affect display.
  3. Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri, misalnya anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai pengganti kata Tidak) ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda. Isyarat nonverbal yang menggantikan kata atau frase inilah yang disebut ebelem
  4. Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai mahasiswa membereskan buku-buku atau melihat jam tangan anda menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup kuliahnya.
  5. Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya seorang dosen melihat jam tangannya dua-tiga kali, padahal ia tadi mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan anda sebagai mahasiswanya.

KLASIFIKASI PESAN NONVERBAL

Jurgen Ruesch mengklarifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian:
  1. Bahasa tanda : acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu.
  2. Bahasa tindakan: Semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secar eklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.
  3. Bahasa objek: Pertunjukan benda, pakaian dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, lukisan, musik dan lain sebagainya secara sengaja atau tidak.
Larry A. Samovar dan Ricard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori verbal:
  1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan , bau-bauan, dan parabahasa.
  2. Ruang, waktu, dan diam.

BAHASA TUBUH
Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem yang dipelajari, yang punya makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, namun maksudnya sama. Untuk menunjuk diri sendiri (“Saya!” atau “Saya?”), seperti juga orang Kenya dan orang Korea Selatan, orang Indonesia menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau telunjuknya, sedangkan orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.

Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya. Meskipun di beberapa negara, telunjuk digunakan untuk menunjukkan sesuatu, hal itu tidak sopan di Indonesia seperti juga di banyak negeri di Timur Tengah dan Timur Jauh. Tentu saja selalu ada pengecualian. Orang Batak seperti orang Amerika biasa menunjuk dengan telunjuk tanpa bermaksud kasar pada orang yang dihadapinya. Begitu juga orang Betawi yang tidak jarang menunjuk dengan memonyongkan mulut sambil berucap : “Kesono-no!”. Beberapa suku Afrika menunjuk dengan mencibirkan bibir bawah menganggap cara menunjuk Amerika sebagai kasar.

Gerakan Kepala
Di beberapa Negara, anggukan kepala malah berarti “tidak” seperti di Bulgaria, sementara isyarat untuk “ya” di Negara itu adalah menggelengkan kepala. Orang Inggris seperti orang Indonesia, menganggukan kepala yang berarti mereka mendengar, dan tidak berarti menyetujui. Di beberapa wilayah di India dan Ceylon, “ya” dapat dikomunikasikan dengan melemparkan kepala ke belakang dan memutar leher sedikit, dengan menyentakan kepala ke bawah-kanan, atau memutar kepala secara cepat dalam suatu gerakan melingkar.

Postur Tubuh dan Posisi Kaki
Postur tubuh sering bersifat simbolik. Beberapa postur tubuh tertentu diasosiasikan dengan status sosial dan agama tertentu. Selama berabad-abad rakyat tidak boleh duduk lebih tinggi daripada (kaki) raja atau kaisarnya. Cara berdiri atau duduk sering dimaknai berbeda di tiap negara. Tamu harus menundukkan kepala ketika bertemu dengan Dalai Lama di Tibet, jangan menatap matanya, jangan menyentuhnya, dan baru bicara setelah Dalai Lama berbicara. Dalam banyak budaya, orang yang berdiri dipandang berwibawa daripada orang yang duduk, sebagaimana orang tinggi dipersepsikan lebih dominan daripada orang yang pendek.

Cara berjalan tampaknya dapat dikategorikan menjadi cara berjalan yang maskulin atau feminim. Misalnya di Indonesia, sering membawa buku kuliahnya dengan tangan di depan dada. Kita akan menganggap perilaku mahasiswi yang demikian sebagai feminim.

Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Banyak orang yang menganggap perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata. Meskipun mulut tidak berkata-kata. Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55% sementara vocal 30%, dan verbal hanya 7%. Menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang besar. Ia menemukan misalnya terdapat 23 cara berbeda dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda.

Kontak mata mempunyai dua fungsi dalam komunikasi antar pribadi. Pertama, fungsi pengatur, untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindarinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda terhadapnya.

Di banyak Negara seperti Amerika Latin dan kepulauan Karibia, tidaklah sopan menatap orang asing. Di Indonesia dan Spanyol, wanita terhormat tidak akan membalas tatapan kaum pria, apalagi di negeri muslim seperti Arab Saudi, Iran, dan Pakistan. Orang Amerika Serikat terbiasa memandang orang lain untuk menunjukkan niat baik. Mereka menganggap orang yang tidak menatap lawan bicara dianggap mencurigakan, tidak jujur, mau menipu, merasa bersalah, gugup, atau rendah diri. Orang Inggris terdidik menganggap menatap lawan bicara sebagai perilaku mendengarkan yang baik dan mereka mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa mereka mengerti, sedangkan orang Amerika menganggukan kepala atau mengeluarkan sejenis gumaman, namun tatapan mereka terhadap lawan bicara tidak semantaap orang Inggris.

Secara umum dapat dikatakan bahwa makan ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Dalam suatu budaya pun terdapat kelompok-kelompok yang menggunakan ekspresi wajah secara berbeda dengan budaya dominan. Pearson, West dan Turner melaporkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita menggunakan lebih banyak ekspresi wajah dan lebih ekspresif, lebih cenderung membalas senyum dan lebih tertarik pada orang lain yang tersenyum.

SENTUHAN

Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics). Sentuhan adalah perilaku nonverbal yang multimakna, dapat menggantikan seribu kata. Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan (jabatan tangan), rabaan hingga sentuhan lembut sekilas. Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Konon, menurut orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh lawan jenisnya yang disenanginya. “And when I touch you I feel happy inside” kata John Lennon dan Paul McCartney. Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh di antara lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada perbuatan negatif.
Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.
  2. Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabatan tangan.
  3. Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling merangkul setelah mereka lama berpisah.
  4. Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orangtua dengan lembut; orang yang sepenuhnya memeluk orang lain; dua orang yang “bermain kaki” di bawah meja; orang Eskimo yang saling menggosokkan hidung.
  5. Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.
Makna sentuhan itu sangat kompleks. Judee Burgoon menyimpulkan bahwa sentuhan adalah perilaku nonverbal yang paling provokatif, tetapi paling sedikit dipahami.

PRABAHASA

Parabahasa, atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau, suara terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan. Riset menunjukkan bahwa pendengar mempersepsi kepribadian komunikator lewat suara. Tidak berarti bahwa persepsi mereka akurat; alih-alih mereka memperoleh persepsi tersebut berdasarkan stereotip yang telah mereka kembangkan. Wanita dengan suara basah (misalnya sebagai penyiar radio) dipersepsi lebih feminim dan lebih cantik daripada wanita tanpa suara basah. Sedangkan pria dengan nada suara tinggi atau melengking dianggap kewanita-wanitaan. Padahal boleh jadi wanita bersuara basah berlebihan berat badan dan pria bersuara melengking adalah petinju kelas berat. Salah satu kelebihan lagu-lagu kelompok Peterpan yang populer pada dekade pertama abad ke-21 di Indonesia adalah karena suara penyanyinya, Ariel, dianggap seksi, terutama oleh kaum wanita penggemarnya.

PENAMPILAN FISIK

Perhatian pada penampilan fisik tampaknya universal. Sekitar 40.000 tahun yang lalu orang-orang purba menggunakan tulang untuk dijadikan kalung dan hiasan tubuh lainnya. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak saat itu orang-orang sangat peduli dengan tubuh mereka. Mereka mengecatnya, mengikatkan sesuatu padanya, dan merajahnya untuk terlihat cantik.

Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan sebagainya. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya. Di Amerika orang menghargai wanita yang tinggi dan ramping. Di Jepang wanita yang kecil justru paling menarik. Tetapi di Cina secara tradisional kecantikan wanita justru diasosiasikan dengan gaya rambut sederhana (dengan satu atau dua kepang) yang tidak berusaha menarik perhatian dengan selendang berwarna-warni, perhiasan atau make-up.

Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di bawah 0 derajat Celcius misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-shirt dan celana pendek di luar rumah.

Banyak subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai tanda keagamaan dan keyakinan mereka. Dibanyak negara seperti Jepang dan Meksiko, juga di Indonesia, pakaian seragam amat populer. Polisi, tentara dan anak sekolah senang berpakaian seragam untuk menunjukkan afiliasi kelompok.

Karakteristik Fisik
Suatu studi menunjukkan bahwa daya tarik fisik merupakan ciri penting dalam banyak teori kepribadian, meskipun bersifat implicit. Orang yang menarik secara fisik secara ajeg dnilai lebih pandai bergaul, luwes, tenang, menarik, hangat secara seksual, responsive, persuasive, dan berhasil dalam karier daripada orang yang tidak menarik. Karena itu, tidak sedikit wanita yang menjalani operasi plastic, atau disuntik dengan cairan kimia, untuk mengubah wajah mereka, agar terlihat lebih menarik.

BAU-BAUAN

Bau-bauan, misalnya wewangian seperti deodorant, eau de toilette, eau de cologne, dan parfum telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga dilakukan hewan. Menurut para ahli, setiap orang memiliki bau tubuh yang khas, berkat zat khas yang keluar dari tubuhnya, mekipun ia tidak memakai minyak wangi apapun. Tetapi ini bukan bau badan karena keringat atau belum mandi, melainkan bau badan yang benar-benar alami, yang ditebarkan senyawa kimia (disebut feromon) yang dihasilkan kelenjar tertentu dalam tubuh. Sifat seseorang dan selera makannya atau kepercayaannya dapat diduga dari bau badannya atau bau dari ruamahnya.

ORIENTASI RUANG DAN JARAK PRIBADI

Setiap budaya punya cara khas dalam mengkonseptualiasikan ruang, baik di dalam rumah, di luar rumah ataupun dalam berhubungan dengan orang lain. Edward T.Hall adalah antropolog yang menciptakan istilah proxemics (proksemika) sebagai studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara manusia menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi (Mulyana, 2003:356). Beberapa pakar lainnya memperluas konsep prosemika ini dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi, termasuk iklim (temperatur), pencahayaan dan kepadatan penduduk.

Ruang Pribadi vs Ruang Publik
Mengenai ruang pribadi berdasarkan perspektif Lyman dan Scott terdapat empat kategori wilayah yaitu: wilayah tubuh; wilayah publik yakni tempat yang secara bebas dimasuki dan ditinggalkan orang, dengan sedikit kekecualian (hanya boleh dimasuki oleh kalangan tertentu atau syarat tertentu); wilayah rumah yakni wilayah pulik yang bebas dimasuki dan digunakan orang yang mengakui memilikinya, misal bar homoseksual dan klub privat; dan wilayah interaksional yakni tempat pertemuan yang memungkinkan semua orang berkomunikasi secara informal, seperti tempat pesta atau tempat cukur.
Ahli komunikasi lain membagi wilayah ruang menjadi:
• Zona intim : 0-18 inci
• Zona pribadi : 18 inci-4 kaki)
• Zona social : 4-10 kaki
• Zona public : 10 kaki- tak terbatas

Posisi Duduk dan Pengaturan Ruangan
Saat pertama kalimemasuki ruang kuliah dan memilih kursi, anda harus memutuskan di mana akan duduk,di depan, di tengah, atau di belakang. Posisi duduk bisa anda putuskan, bila berpeluang untuk itu, boleh jadi ditafsirkan orang termasuk dosen anda. Bila memilih duduk di depan, mingkin akan dianggap orang pandai, ingin memperoleh nilai yang baik, hangat, terbuka, atau mencari perhatian. Posisi di tengah diidentikkan dengan kerendahan hati, tidak ingin menonjol. Sedangkan posisi di belakang bisa diasosiasikan dengan ketidakpedulian atau kebodohan.

Secara umum dapat dikatakan, semakin formal penataan ruangan, semakin formal pulalah komunikasi yang dikehendaki. Hubungan pembicara dengan pendengar dalam suatu kuliah, seminar, lokakarya atau pelatihan, juga bergantung pada furniture. Terdapat tiga pola dasar dalam pengajaran di kelas, yakni pola tradisional, pola sepatu kuda, dan pola modular.

KONSEP WAKTU

Bidang yg mempelajari interpretasi waktu sebagai pesan: kronemika (chronemics).
Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua:
• Waktu monokronik : sangat mengharga waktu, semua serba dperhitungkan
• Waktu polikronik : lurus, lebih santai

DIAM

John Cage mengatakan tidak ada sesuatu yang disebut ruang kosong atau waktu kosong. Selalu ada sesuatu untuk dilihat, sesuatu untuk didengar. Bagaimanapun kita berusaha untuk diam, kita tidak dapat melakukannya. Makna yang diberikan terhadap diam terikat oleh budaya dan faktor-faktor situasional. Faktor-faktor yang mempengaruhi diam antara lain adalah durasi diam, hubungan antara orang-orang yang bersangkutan dan situasi atau kelayakan waktu.

Dalam beberapa budaya, diam itu kurang disukai daripada berbicara. Tetapi dalam budaya lain diam itu justru menyenangkan. Bangsa pendiam lainnya yang mirip dengan bangsa Jepang adalah bangsa Finlandia, sehingga perilaku mereka disebut perilaku musim dingin, mereka tergesa-gesa tanpa mengatakan apa-apa dijalanan dengan suhu -20 derajat Celcius.

WARNA
Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama kita.
Berikut adalah uraian suasana hati yang diasosiasikan dengan warna.
Suasana Hati                                      Warna
Menggairahkn                                     merah
Aman, nyaman                                    Biru
Tertekan, terganggu, bingung               Oranye
Lembut, menenangkan                        Biru
Melindungi, mempertahankan              Merah, coklat, ungu, hitam
Sgt sedih, patah hati tdk bahagia         Hitam, coklat
Kalem, damai, tentram                        Biru, hijau
Berwibawa, agung                              Ungu
Menyenangkan, riang, gembira            Kuning
Menantang, melawan, memusuhi         Merah, oranye, hitam
Berkuasa, takut, bagus sekali              hitam

ARTEFAK

Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Bidang studi mengenai hal ini bisebut objektika (objectics). Di Jepang salah satu benda yang tampaknya sepele namun dapat menggagalkan bisnis adalah kartu nama. Orang Jepang mempunyai kebiasaan bertukar kartu nama saat mereka berkenalan, terutama dalam dunia bisnis. Bila kita langsung meletakkan kartu nama yang diberikan orang Jepang di dompet atau meletakkannya di meja tanpa melihatnya dengan teliti, kita dianggap rekan bisnis yang tidak prospektif. Tanpa memperhatikan bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi, termasuk komunikasi nonverbal termasuk pemaknaan terhadap komunikasi nonverbal tersebut. Kita bisa gagal dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kita akan cenderung menganggap budaya dan bahasa nonverbal kita sebagai standar dalam menilai budaya dan bahasa nonverbal orang lain.


Referensi:
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA

3 komentar:

  1. terima kasih memudahkan saya mengerjakan tugas kuliah. thanks you so much for you're blog.
    May godbless you,. di beri kesehatan, umur panjang, rejeki.. amin amin amin :) :D

    BalasHapus
  2. thank you for share those information. Those are useful ..

    BalasHapus